Asteroid Raksasa Tabrak Bumi (salah satu tanda-tanda kiamat)
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0903/04/cakrawala/lainnya04.htmDENGAN deskripsi yang terasa realistis, dua buah film produksi Hollywood, Armageddon dan Deep Impact cukup berhasil mencekam penontonnya dengan penggambaran kiamat yang melanda bumi. Dengan visualisasi yang seolah apa adanya, inferno atau kehancuran yang sangat menakutkan itu terdeskripsikan lewat hujan meteor dan tubrukan asteroid dengan planet bumi.
Sebuah telaahan, baik dari segi perhitungan maupun pengamatan astronomis yang dilakukan seorang astronom AS Don Yeomans pada 24 Juli 2002, memprediksi, pada 1 Februari 2019 akan jatuh sebuah asteroid NT7 dengan diamater sekira 1,5-2 km akan menabrak bumi!
Atau, dalam jangka waktu yang lebih lama daripada itu ada juga asteroid 1950DA. Ukurannya sebesar gunung dan menurut para astronom, ia memang sudah berada pada jalur lurus dengan bumi. Salah satu skenario terburuk yang terungkap, 1950DA akan menubruk sasaran layaknya air. Ini disebabkan planet kita mengandung lebih banyak air ketimbang daratan.
Ketika asteroid itu jatuh ke permukaan air, ia akan melayang sejenak. Tatkala menyentuh dasar lautan, ia akan meledak menciptakan sebuah kawah seluas 11 mil. Gelombang air dan reruntukannya akan diterbangkan beberapa mil ke angkasa, dengan ketinggian mencapai tingkat yang bisa dicapai pesawat jet. Kalau Anda pernah menyaksikan film Deep Impact, persis seperti itulah yang terjadi.
Sebagai sebuah komparasi, staf pengajar Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Suryadi Siregar, MSc. sempat memaparkan dalam sebuah talk show astronomi di Kampus ITB beberapa waktu lalu, bahwa hal serupa sempat beberapa kali terjadi terhadap “planet biru” kita, yang hingga saat ini masih dianggap menjadi satu-satunya planet yang berpenghuni.
“Pada 109 tahun lalu, sebuah asteroid menabrak bumi di Arizona, membuat sebuah lubang dengan kedalaman 190 meter dan diamater 3300 meter. Hal serupa terjadi di Wolf Creek, Australia, membuat cekungan sedalam 18 meter dan luas 170 meter, juga di Wabar, Arab Saudi, yang dampaknya hampir sama dengan di Australia,” tuturnya.
Lalu, ujarnya, pada 30 Juli 1908 di Tunguska terjadi guncangan besar yang gaungnya bisa terdengar dari jarak 60 km. Direkam dari jarak 1000 km, berat guncangan itu diperkirakan mencapai 40.000 ton. Kendati hingga kini masih dipandang kontroversial, karena ada sementara kalangan yang menyebut kejadian itu bukan karena asteroid namun oleh jatuhnya komet Emcke, toh fenomena astronomis jatuhnya benda langit ke bumi, merupakan keniscayaan.
Widya Sawitar, salah seorang pengurus Planetarium Jakarta mengungkapkan pada kesempatan serupa, contoh musnahnya dinosaurus dari muka bumi yang diduga berkait dengan jatuhnya asteroid berdiameter sekira 10 km, dalam wujud meteor raksasa ke bumi, 65 juta tahun lalu. “Meteor itu jatuh di Jazirah Yucatan Meksiko membentuk Kawah Chicxulub (Ekor Selatan) berdiamater 200-300 km, dan kedalaman 3 km, yang menjadi bagian dari Teluk Meksiko. Namun, sekira 8 juta tahun sebelumnya, telah didahului dengan terbentuknya Kawah Manson di Ohio bergaris tengah 35 km,” ungkap Widya.
Kondisi-kondisi serupa memang banyak ditemukan dari hasil penelitian. Juga kemungkinan terjadinya hal serupa di masa depan. Salah satunya adalah prediksi asteroid NT7 di atas, atau hasil temuan Scotti (6 Desember 1997) bahwa asteroid 1997XF11 ditaksir akan mendekati bumi pada 28 Oktober 2028. Termasuk asteroid 1950DA.
“Tapi, khusus untuk prediksi 2019, kemungkinannya kecil karena untuk bisa menabrak ada syarat inklinasi (kemiringan sudut–red.) tertentu, yang tidak terpenuhi pada perhitungan asteroid NT7. Kendati begitu, ancaman lain tetap ada pada asteroid lain yang menjadi kandidat untuk ‘menemui’ bumi. Meski kadang, media memang membesar-besarkannya demi menarik perhatian pembaca,” kata Suryadi.
Kembali ke 1950DA, sebetulnya termasuk berukuran kecil dibandingkan asteroid lainnya. Tapi, sebuah asteroid terkecil sekalipun sanggup memusnahkan sebuah kota dalam tumbukan langsung. Dan jangan lupa, di atas sana masih ada banyak batu-batuan luar angkasa. Salah satunya sempat luput menabrak bumi, dengan hanya berjarak 75.000 mil pada Juni 2002 lalu.
Tapi, kita masih boleh bergembira. Sebab kabar baiknya, 1950DA masih berada 877 tahun perjalanan dari bumi. Lagipula, kemungkinannya untuk benar-benar menabrak planet kita dan menyebabkan skenario sebagaimana terpaparkan di atas hanyalah 1:300. Simulasi tentang skenario tabrakan itu sempat dilakukan ilmuwan Steven Ward dan Erik Asphaug dari Universitas California, Santa Cruz.
Sekalipun terdapat lebih banyak lagi 1950DA bahkan dengan ukuran lebih besar, kedatangan mereka akan lebih lambat ketimbang ditemukannya senjata pemusnah asteroid yang kini juga terus dikembangkan. Meskipun dengan bantuan dana yang sangat minim. Lagipula, sekelompok ilmuwan, banyak di antaranya yang bekerja hanya dilatari semangat dan idealisme ketimbang bantuan nyata pemerintah, bekerja keras untuk mencari metode ampuh melumpuhkan asteroid, sebelum jaraknya semakin dekat dengan Bumi.
NASA sudah lebih dari setengah jalan meneliti asteroid dan komet yang akan berada pada jarak terdekat dengan bumi yang disebut “objek dekat bumi” atau NEOs (near earth objects) yang luasnya lebih dari satu kilometer. Para ahli memperhitungkan bahwa kemungkinan sebuah objek dengan ukuran tersebut dan bisa menabrak bumi pada abad mendatang adalah hanya satu dari ribuan lainnya. Namun, dampak yang ditimbulkannya akan sangat luas.
Setelah para astronom mengamati asteroid dengan teleskop, mereka menggunakan penjejak radar untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh kemana arah asteroid itu. Demikian pula, berapa kecepatannya, dan apakah orbitnya di sekitar matahari akan melewati Bumi. Sebelum 1950DA diperkirakan akan berhadapan dengan Bumi pada 1880, asteroid itu akan memutari matahari 400 kali, sementara Bumi akan melengkapi 876 orbit.
Bagaimanapun, para astronom menegaskan bahwa fenomena astronomis sebagaimana terpapar di atas adalah hal yang wajar dan niscaya. Ancamannya memang mengerikan, tapi itu merupakan gejala alam yang wajar dan memang sebuah keniscayaan. Yang justru lebih mengerikan bahwa kehancuran bumi bukan kerena asteroid, tapi karena ulah penghuninya yang memang berlangsung pelan tapi pasti. Populasi bumi semakin membengkak, bahan pangan sudah semakin terkuras, polusi di mana-mana. Teknologi memang sudah maju, tapi penggunaannya tidak semata diarahkan untuk kesejahteraan manusia, tapi lebih untuk memerangi manusia lainnya.
Kalau sudah begitu, fenonema astronomi sebagaimana dipaparkan di atas, agaknya harus dipandang sebagai peringatan untuk menggugah kesadaran kita, bahwa keserakahan (greed) tak bakal membuat kekal manusia. Bahkan, kemungkinan ketika tabrakan asteroid itu menjadi “gong penutup” kehidupan di muka bumi alias kiamat, itulah memang yang terdeskripsikan dalam berbagai kitab suci agama.(Erwin Kustiman/berbagai sumber)***
http://netlog.wordpress.com/category/salah-satu-tanda-kiamat/